
Gibran Rakabuming Raka, yang menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia sejak Oktober 2024, telah berada di ujung sorotan publik nasional. Dengan latar belakang sebagai Wali Kota Surakarta dan sebagai putra tertua mantan Presiden Joko Widodo (“Jokowi”), Gibran menghadapi ekspektasi tinggi sekaligus tantangan besar dalam memantapkan peran dan pengaruhnya di kabinet dan pemerintahan.
Salah satu agenda kerja yang menonjol ialah kunjungan kerjanya ke ibu kota baru, Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, pada akhir Mei 2025. Ia meninjau pembangunan segmen tol 5B yang tengah dikerjakan—saat itu progres tercatat sekitar 70 persen—dan menyampaikan instruksi agar kualitas pembangunan dijaga dan jadwal tidak molor. Gibran juga secara simbolis menanam pohon beringin di area Istana Wakil Presiden di IKN sebagai tanda komitmen terhadap keberlanjutan pembangunan.
Selain pembangunan infrastruktur, Gibran turut aktif di sektor agrikultur. Pada kunjungan kerja ke Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, ia menyerahkan bantuan alat mesin pertanian seperti combine harvester, traktor, dan pompa air kepada petani. Ia menyebut bahwa modernisasi pertanian dan peningkatan produktivitas merupakan bagian dari visi pemerintahan untuk menjaga ketahanan pangan.
Namun, meski aktif dalam agenda publik, Gibran juga menghadapi sejumlah sorotan. Dalam hitungan bulan setelah menjabat, sejumlah analis menilai posisi dan pengaruhnya dalam pemerintahan belum menunjukkan bobot yang besar. Sebuah artikel menyebut bahwa di antara kritik publik terdapat persepsi bahwa Gibran naik ke tampuk kekuasaan dengan dukungan kuat sang ayah dan belum secara mandiri membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin nasional.
Salah satu kontroversi yang sempat mencuat adalah terkait foto bersama pejabat militer yang dianggap memiliki muatan politik. Gibran kemudian menegaskan bahwa foto itu diambil jauh sebelum pencalonannya sebagai wakil presiden dan bukan dimaksudkan sebagai manuver politik. Di sisi lain, soal keanggotaan partai juga menjadi sorotan—pada Desember 2024, partai PDI‑P secara resmi menempatkan Gibran sebagai daftar yang diberhentikan dari keanggotaan. Ia menyatakan bahwa langkah tersebut adalah keputusan pribadi agar bisa mendukung penetapan Presiden Prabowo Subianto sebagai pemimpin nasional.
Hubungan dengan sang ayah juga tidak luput dari sorotan. Jokowi sempat mengingatkan Gibran agar tidak “melangkahi” atau mendahului Presiden Prabowo dalam tugasnya sebagai wakil. Hal ini menggambarkan dinamika politik yang harus dilalui Gibran dalam menyeimbangkan loyalitas, ekspektasi publik, dan ruang gerak di pemerintahan.
Meski demikian, Gibran juga menunjukkan orientasi pada generasi muda dan pemberdayaan mereka. Dalam sebuah pertemuan nasional pemuda, ia menyampaikan bahwa generasi muda Indonesia memiliki “bonus demografi” yang harus dioptimalkan melalui kreativitas dan inovasi.
Secara keseluruhan, epoch kepemimpinan Gibran berada di persimpangan: antara momentum besar sebagai wakil presiden termuda dalam sejarah Indonesia dan realitas politik yang menuntut bukti hasil kerja konkret serta kemandirian kepemimpinan. Bagaimana ia mengarahkan peran dan pengaruhnya ke depan akan menjadi titik pengukuran kemampuan Gibran bukan hanya sebagai figur politik, tetapi sebagai pemimpin nasional yang berdaya guna.
